Sejarah Penanggulangan KORUPSI dI Indonesia

KetGam : Adi Yusuf Tamburaka,MH (AYT) Ketua Umum Forum Pemberantasan Korupsi Sulawesi Tenggara 

Konselpos.com ||  Konawe Selatan - Sejak Indonesia Merdeka ditahun 1945 dalam kurung waktu 12 tahun pasca kemerdekaan pemerintah saat itu telah membuat peraturan.

Peraturan terkait yang dimaksut adalah  pemberantasan korupsi tepatnya pada tahun 1957 lahirlah aturan Nomor PRT/PM/06 TENTANG PEMBERANTASAN KORUPSI YANG MENCANTUMKAN ISTILAH KORUPSI SECARA YURIDIS.

Selanjutnya peraturan NOMOR ;PRT/PM/08/1957 TENTANG PENILIKAN HARTA BENDA,. MEMBERI KEWENANGAN KEPADA PENGUASA MILITER UNTUK MENGADAKAN PENILIKAN TERHADAP HARTA BENDA SESEORANG ATAU SUATU BADAN YANG KEKAYAANNYA DIPEROLEH SECARA MENDADAK DAN MENCURIGAKAN.e

Praturan NOMOR ; PRT/PM/11/1957 DASAR HUKUM PENGUASA MILITER UNTuK MENYITA DAN MERAMPAS BARANG-BARANG DARI SESEORANG YANG DIPEROLEH SECARA MENDADAK DAN MENCURIGAKAN., 

Peraturan diatas yang melaksanakan adalah Penguasa Militer Darat dan Laut dimasa Orde Lama dibawah kepemimpinan kala itu Presiden 1  Soekarno.

Setelah Presiden Soekarno berakhir di tahun 1965 dilanjutkan oleh Presiden Soeharto yang dikenal dengan istilah Masa Orde Baru.

"Enam tahun masa kepemimpinan Soeharto dibuatlah Undang-undang Nomor  3 TAHUN 1971 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI dan di tahun 1998 terjadi krisis moneter dunia berakibat lahirnya Reformasi seiring dengan berakhirnya rezim Orde Baru kala itu.

Selanjutnya Presiden ke III adalah Baharuddin Jusuf Habbie diawali dengan menetapkan TAP MPR RI NOMOR XI/MPR/1998 TENTANG Penyelenggara NEGARA YANG BERSIH DARI Korupsi, Kolusi, Nepotisme.

Undang-undang NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH  DARI Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

"Undang –undang tersebut   MELIPUTI 7 tujuh Asas didalamnya yaitu  ASAS KEPASTIAN HUKUM, ASAS TERTIB Penyelenggara NEGARA, ASAS KEPENTINGAN UMUM, ASAS KETERBUKAAN, ASAS PROPORSIONALITAS, ASAS PROFESIONALITAS, dan ASAS Akuntabilitas.

BJ. Habibi, juga mencabut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 mengganti dengan Undang-undang Nomor 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI disebabkan sudah tidak relevan dimasa itu.



Presiden ke-V  yakni Megawati Soekarno Putri juga melakukan revisi Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 menjadi Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dimasa Kepemimpinan Megawati Soekarno Putri inilah didirikannya lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi  berdasarkan ketentuan dalam Undang- undang Nomor 20 tahun 2001 yang mana pemerintah diamanahkan untuk membentuk lembaga baru yang independen dalam pemberantasan korupsi sehingga dibentuklah Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi /KPK dan seiring lahirnya Undang-undang No 30 Tahun 2002.

Pada tahun 2005 dimasa Presiden Ke-VI Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Kepres Nomor 11 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi / TIMTASTIPIKOR., Tim ini dibentuk untuk mempercepat Proses penanganan Tindak Pidana Korupsi yang pelaksanaannya dilakukan oleh dua lembaga Yudikatif yakni Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia.

Pada Tahun 2018 Presiden Ke- VII Joko Widodo menetapkan sekaligus merevisi peraturan yang telah ada sebelumnya dan mempertegas pemegang kedaulatan Negara adalah seluruh Rakyat indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

PP No. 68 Tahun 1999 tentang tata cara pelaksanaan peran serta Masyarakat dalam penyelenggaraan Negara, hal ini berdasarkan Pasal 8 dan 9 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang tata cara pelaksanaan peran serta Masyarakat dalam penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

"Pasal 41 dan 42 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah direvisi dengan Undang – Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Peraturan perundangan tersebut mengatur peran serta masyarakat dalam membantu pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi meliputi hak untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.

Begitu banyaknya perundang-undangan yang diciptakan oleh pemerintah kita guna mencegah dan memberantas penyakit Korupsi di negara yang kita cintai bersama.

Namun kesemuanya regulasi itu dapat tercapai sesuai peruntukannya jika Masyarakat dan Kebudayaan mengawasi dan berperan aktif disebabkan masyarakat dan kebudayaan adalah Dwitunggal dalam elemen budaya hukum yang memiliki pengaruh amat penting dalam bekerjanya sebuah sistem besar yang bernama Sistem Hukum.

ONamun sebaliknya Jika Peran Masyarakat dan kebudayaannya TIDAK menggunakan Hak DWITUNGGALnya maka yang akan terjadi adalah HUKUM HANYA AKAN MENJADI LELUCON DAN LAWAKAN JIKALAU YANG MEMBUATNYA SAJA JUSTRU MENJADI PELANGGAR HUKUM NOMOR SATU DAN YANG MELAKSANAKANNYA ADALAH BANGSA YANG TIDAK BERBUDAYA HUKUM.

Penulis berpendapat bahwa  7 (Tujuh) Presiden Indonesia dari tahun 1945 sampai saat ini telah melaksanakan tugas sebagai Kepala Negara dengan  bekerja  keras, bersungguh-sungguh, saling berkesinambungan khususnya dalam hal Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. 

Untuk MEWUJUDKAN TUJUAN NASIONAL SESUAI amanah DALAM PEMBUKAAN UUD 1945 PADA ALINEA KE IV berbunyi  MELINDUNGI SEGENAP BANGSA INDONESIA DAN SELURUH TUMPAH DARAH INDONESIA, MEMAJUKAN KESEJAHTERAAN UMUM MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA DAN IKUT MELAKSANAKAN KETERTIBAN DUNIA YANG BERDASARKAN KEMERDEKAAN PERDAMAIAN ABADI DAN KEADILAN SOSIAL.( * ) 

Konawe Selatan Sultra, 1 Juli 2023 

Penulis adalah Ketua Umum Forum Pemberantasan Korupsi Sulawesi Tenggara.

Adi Yusuf Tamburaka., MH.

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama