Konselpos.com || Konawe Selatan –Di tengah desakan efisiensi dan penghematan anggaran daerah, langkah DPRD Konawe Selatan (Konsel) menggelar rapat pembahasan Kbijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) di sebuah hotel ternama di Kendari menuai sorotan keras.
Bupati LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Konsel, Soni Septyawan, menilai keputusan tersebut tidak hanya kontradiktif dengan semangat efisiensi, tetapi juga mereduksi marwah lembaga perwakilan rakyat.
“Kalau DPRD memang berani dan jujur, keterbatasan fasilitas di Andoolo ibu kota konawe selatan ( konsrl ), bukan alasan untuk meninggalkan daerah.
Justru itu tantangan untuk dibenahi. Apa gunanya bicara efisiensi kalau rapat strategis saja harus di hotel mewah di luar kota Konsel ?
Itu sama saja menutup mata dari kenyataan rakyat,” tegas Soni, Senin (9/9/2025).
Soni menilai langkah DPRD berpindah lokasi rapat ke Kendari sangat eronis. Andoolo sebagai ibu kota kabupaten seharusnya menjadi pusat denyut pemerintahan sekaligus motor penggerak ekonomi lokal.
“Setiap kali rapat besar digelar di Andoolo, UMKM, rumah makan, penginapan, hingga warung kopi rakyat kecil ikut merasakan manfaatnya.
Tapi ketika rapat dipindahkan ke Kendari, siapa yang sebenarnya diuntungkan? Rakyat kecil atau hotel mewah itu?” ujarnya.
Ia menegaskan, efisiensi sejati bukan hanya soal memangkas biaya perjalanan atau mencari kenyamanan rapat, melainkan memastikan setiap perputaran anggaran memberi dampak langsung bagi masyarakat.
Lebih jauh, Soni menyebut keputusan DPRD Konsel tidak lagi sekadar persoalan teknis, tetapi menyangkut marwah dan kedekatan lembaga dengan rakyat.
“Rapat strategis ini simbol kehadiran DPRD di tengah masyarakat.
Kalau rapat saja harus ‘lari’ dari rumah sendiri, bagaimana publik bisa percaya bahwa ada keberanian membuat kebijakan yang benar-benar pro-rakyat?”
Kritiknya:
Menurut LSM LIRA, kebijakan tersebut kian memperkuat kesan bahwa jargon efisiensi anggaran hanya sebatas retorika politik.
“Kalau perubahan kecil seperti lokasi rapat saja tidak bisa dilakukan, bagaimana masyarakat berharap ada perubahan besar dalam tata kelola anggaran?
Ini bukan sekadar soal tempat, tapi soal sikap politik dan keberpihakan,” pungkas Soni.( * )